Berbicara masalah pendidikan maka
tidak akan terlepas dari 3 hal, pertama, kompetensi guru, kedua kualitas hasil
pendidikan, dan ketiga kesesejahteraan Guru. Bicara kompetensi guru
sesungguhnya adalah bicara masalah yang sudah turun temurun dari generasi ke generasi,
menurut hemat kami masalah ini bersumber dari penghargaaan pemerintah ,
masyarakat atau lembaga terkait terhadap kesejahteraan guru. Ini dimulai dari
lembaga pendidikan yang menghasilkan guru, contoh dulu IKIP sekarang menjadi
universitas negeri seperti di Jakarta dengan UNJ, di Bandung dengan Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Pertanyaannya adalah berapa
persenkah calon mahasiswa yang cerdas (memiliki ranking papan atas di SMA
masing masing) yang mendaftar ke lembaga pendidikan yang memproduk guru? Pada
faktanya lembaga pendidikan guru adalah lembaga pilihan kelas ekonomi, bukan
kelas bisnis apalagi eksekutif sehingga calon mahasiswa yang berbobot
berbondong-bondong dan berlomba mendaftar ke fakultas-fakultas favorit yang
bukan memproduk guru di antaranya fakultas kedokteran, STAN, fakultas ekonomi,
fakultas teknik dan sebagainya. Fakultas pendidikan hanya menjadi pilihan kedua
atau pilihan terpaksa. Suasana ini sampai sekarang masih berlangsung. Mereka
tahu persis bahwa kedudukan sosial guru dari sisi ekonomi dan politis kurang
menguntungkan. Apalagi ditambah dengan adanya penodaan citra guru yang
dilakukan oleh oknum-oknum guru yang tidak bertanggung jawab.
Status guru kalah terhormat dengan
status dokter, insinyur, dan sebagainya. Padahal mereka berhasil karena
kehadiran, peran, fungsi, dan dedikasi guru. Dengan calon guru yang dididik
dengan motivasi setengah hati atau kompetensi seadanya bisa dibayangkan guru
seperti apa yang akan dihasilkan? Bagaimana solusinya? Potong generasi!
Buat kebijakan yang meningkatkan
pamor guru secara ekonomi maupun politis, sehingga daya tarik lembaga penghasil
guru untuk mahasiswa cerdas meningkat. Citra guru harus diubah, yang sebelumnya
bercitra dengan skala â€Omar Bakrinya Iwan Fals†menjadi bercitra seperti
dokter atau insinyur minimal dari kesejahteraannya. Misal dengan menaikkan gaji
guru sampai satu bulan 5 juta rupiah untuk guru yang berprestasi. Setelah
diseleksi secara ketat, guru yang berprestasi di bawah standar dilakukan
pensiun dini dengan diberikan uang pesangon yang besar, misal Rp. 20.000.000,00
Ini dilakukan diseluruh sekolah negeri. Anggaran pendidikan yang 20% terutama
digunakan untuk biaya “potong generasiâ€. Pemerintah akan memberikan gaji
guru sebesar Rp 5 Juta rupiah perbulan. Tentunya dengan alat ukur yang jelas
dan berkualitas sehingga dengan gaji yang menarik ini, diharapkan lembaga
pendidikan guru diminati oleh calon mahasiswa yang berkualitas. Pembicaraan ini
sekaligus menjawab problematika guru yang ke tiga yakni masalah kesejahtreaan
guru.
Problem berikutnya adalah hasil
pendidikan guru. Hasil guru sangat terkait dengan masalah kompetensi dan
kesejahteraan guru. Kemampuan guru dalam kompetensi 5 M sangat menentukan yakni
kemampuan merencanakan, menguasai materi pelajaran, mengelola kelas,
menyampaikan pelajaran (metodologi) dan mengevaluasi pembelajaran. Lima
komponen ini sangat mempengaruhi kualitas pendidikan (hard competensi). Di
samping itu guru juga harus memilki soft competency yakni lemah lembut,
toleran, komunikatif, inovatif, dan kreatif. Solusinya adalah anggaran
pendidikan juga harus difokuskan pada pemberdayaan guru dengan mengadakan
pelatihan dan pendampingan yang mengarah pada perwujudan kompetensi guru dalam
hard competency dan soft competency. Guru yang tidak lulus pelatihan dan
pendampingan tidak diberikan kewenangan mengajar.
Buruknya hasil pendidikan sebenarnya
merupakan cerminan kompetensi guru dalam masalah hard competenscy dan soft
competency. Jadi pemerintah harus memfokuskan anggaran pendidikan untuk
kesejahteraan guru dan kompetensi guru sedangkan sarana-prasarana dapat
dinomorduakan. Karena jika gurunya berkompetensi dan sejahtera dengan sarana
yang miskin pun, InsyaAllah siswa akan berhasil. Sebaliknya dengan sarana yang super
mewah tetap guru yang kurang sejahtera dan kemampuan terbatas apalah yang akan
diharapkan. Jadi kata kunci keberhasilan pendidikan adalah naikkan status guru
dengan meningkatkan kesejahteraan dan kompetensinya. Banak sekolah mahal tetapi
kesejahteraan gurunya terbatas, yang jelas akan memengaruhi kompetensinya yang
pada akhirnya akan mempengaruhi hasil pendidikannya.