Berbagai macam masyarakat di dunia mencuci tangan dengan
sabun untuk alasan yang berbeda-beda, walaupun pada umumnya perilaku mencuci
tangan dengan sabun itu secara luas diketahui untuk membersihkan tangan dari
kuman namun perilaku ini tidak otomatis dilakukan untuk tujuan tersebut.
§ Sebuah studi awal dengan
pendekatan kualitatif di Kerala, India menunjukkan bahwa orang
dewasa menginginkan tangan yang bersih atas dasar kenyamanan, tangan yang tidak
bau, menunjukkan kecintaan mereka terhadap anak-anaknya, dan mempraktikkan
tanggung jawab sosial mereka dalam masyarakat.
§ Di Ghana, tercatat 25
persen dari seluruh kematian yang dialami oleh balita adalah diakibatkan oleh
diare, penyakit ini juga menjadi tiga besar penyakit yang diderita oleh
anak-anak. Balita umumnya mengalami tiga hingga lima kali diare selama satu
tahun dan jumlah yang kurang lebih sama dialami oleh penderita penyakit infeksi
pernapasan. Perhitungan ini berarti 9 juta kejadian penyakit diare dapat
dicegah setiap tahunnya dengan mencuci tangan menggunakan sabun. Penduduk di
Ghana adalah pengguna sabun yang aktif, mereka membeli banyak sabun untuk
kebutuhan sehari-harinya. Namun hampir seluruh sabun digunakan untuk mencuci
piring dan mandi. Pada penelitian mendasar yang dilakukan di Ghana, 75 persen ibu
rumah tangga mengaku telah mencuci tangan mereka dengan sabun, namun setelah
dilakukan penelitian terstruktur, ternyata hanya 3 persen yang benar-benar
melakukannya, sementara 32 persen hanya mencuci tangan mereka dengan air.
Beberapa alasan mengapa ibu-ibu ini menggunakan sabun karena mereka merasa
merasa tangan terasa bersih dan segar setelah kotoran terlepas, mencuci tangan
ddengan sabun juga merupakan salah satu cara untuk menunjukkan bahwa mereka
menyayangi anak mereka, dan pada saat yang sama meningkatkan status sosial
mereka. Kampanye mencuci tangan dengan sabun dimulai pada tahun 2003 di Ghana
melibatkan masyarakat dan pihak swasta (Procter & Gamble)
dan pada tahun 2007 menunjukkan 13 persen kenaikan perilaku mencuci tangan
dengan sabun setelah menggunakan toilet dan 41 persen kenaikan perilaku mencuci
tangan dengan sabun sebelum makan [14].
§ Indonesia perilaku sanitasi pada umumnya diperkenalkan melalui program pemerintah
pada tahun 1970, dimana masyarakat diajarkan untuk menggunakan MCK dan mandi dua kali sehari (Lumajang,
Jawa). Lalu program ini dilanjutkan dengan memperkenalkan perilaku sehat
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan di sekolah-sekolah dasar. Guru dan
staf kesehatan bersama membuat tempat air (dari kaleng cat bekas atau ember
plastik, apapun yang tersedia) untuk digunakan oleh anak-anak. Lalu para staf
kesehatan melatih guru untuk memeriksa kebersihan para muridnya. Di Pakel,
Lumajang, guru juga menyimpan catatan kebersihan anak didiknya untuk melihat
apakah perilaku mereka berubah, dalam catatan terlihat bahwa selain penurunan
tingkat absensi (tidak sekolah), kini anak-anak juga menjadi rajin beribadah
tengah hari karena tersedianya air untuk wudhu, yang sebelumnya tidak bisa mereka
lakukan karena kesulitan akses air. . Di daerah lain di
Indonesia perilaku mencuci tangan dengan sabun juga diperkenalkan melalui
program dokter kecil di tahun 2007 . Dalam sinetron Si
Entong yang ditayang di TPI pada 31 Agustus 2008 [17], tampak Entong menjadi
pelaku penyuluhan cilik mengajak masyarakat untuk mencuci tangan di pos
kesehatan di kediamannya. Perilaku mencuci tangan dengan sabun untuk memutus
mata rantai penularan penyakit juga menjadi salah satu strategi nasional oleh
Departemen Kesehatan dengan tujuan membangun masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat. Strategi STBM ini juga merupakan implementasi strategi utama
Departemen Kesehatan yaitu untuk memobilisasi dan memberdayakan masyarakat agar
memilih hidup sehat.
§ Pada sebuah penelitian
di Filipina yang dipublikasikan oleh Bank Dunia pada tahun 2008 perilaku praktik-pratek kesehatan yang baik, seperti mencuci tangan dengan
sabun dapat mengurangi biaya-biaya kesehatan hingga US$455 juta dollar.
Sumbangan terbesar dari angka ini terkait dengan angka kematian (yang menjadi
biaya terbesar), dan biaya lainnya terkait dari dampak ekonomi seperti
kehilangan kesempatan (waktu) untuk sekolah dan memperoleh pendidikan karena
sakit, hilangnya waktu produktifitas anggota keluarga karena harus mengurus
penderita, biaya-biaya yang harus dibayar di fasilitas kesehatan termasuk biaya
administrasi, obat, penanganan kesehatan, dan transportasi.
§ Pakistan
§ Upaya mensosialisasikan
perilaku sehat sanitasi dan mencuci tangan dengan sabun di Nigeria dimulai oleh sebuah program yang diprakarsai oleh UNICEF dengan menggunakan anak sekolah sebagai agen perubahan. Dalam membentuk
perilaku sanitasi mandiri dan pengetahuan akan hidup yang bersih dan sehat
anak-anak sekolah dirangsang untuk membentuk kelompok kelompok sekolah seperti
klub sehat & hak untuk anak, yang melibatkan orang tua dan mengajak
partisipasi komunitas di desa untuk ikut serta dalam proyek-proyek sanitasi.
Salah satu sekolah memprakarsai Klub Lingkungan Sehat dimana para murid
mempromosikan perilaku mencuci tangan dengan sabun untuk komunitas dan
memperkenalkan teknik-teknik untuk menjaga kebersihan air dalam penggunaannya
sehari-hari di rumah dan berusaha agar pengetahuan untuk hidup bersih ini
diterapkan dirumah. Dengan pertolongan dari guru-guru sekitar 12 anak perempuan
dan 18 anak lelaki yang mendirikan klub lalu mengoperasikan dan merawat
fasilitas klub serta mengawasi penggunaan sumur bor. Klub tersebut membiayai
aktivitasnya dengan menjual ember plastik dan bejana tembikar yang dilengkapi
dengan keran. Dua tahun setelah intervensi ini, perilaku mencuci tangan dengan
sabun meningkat hingga 95 persen. Guru mulai melaporkan bahwa para murid datang
kesekolah dalam keadaan bersih, dan kasus cacingan serta penyakit-penyakit
kulit lainnya berkurang. Tidak hanya itu, angka kehadiran murid pun naik dengan
teratur per tahunnya, dari 320 murid ketika program pertama kali diperkenalkan,
hingga 538 murid pada tahun 2001.